MENGENAL DRONE OS-WIFANUSA DRONE AMPHIBI PERTAMA KARYA ANAK BANGSA INDONESIA SANG PENJAGA PERBATASAN RI-MALAYSIA.
OS-Wifanusa, pesawat amphibi yang awalnya dirancang sebagai wahana
transportasi alternatif di wilayah kepulauan, telah berhasil mencapai
satu tahapan spektakuler.
OS-Wifanusa skala 1:3 dan 1:2 telah
bermetamorfosis menjadi pesawat terbang tanpa awak (PTTA) alias drone
super canggih, dan sudah mengantongi sertifikat Kelaikan Udara Miiter
dan Indonesian Military Airworthiness Autority (IMAA) Kementerian
Pertahanan RI, bahkan sudah resmi dimiliki oleh Kemhan sebanyak tiga set
yang berjumlah enam unit PTTA tersebut.
"Kami masih
menyelesaikan detail desain untuk merealisasikan OS-Wifanusa yang
berpenumpang (berawak). Karena proses pembuatan pesawat berawak banyak
regulasi dan persyaratan yang tentu harus kami patuhi dan ini butuh
waktu yang relatif lama," ujar Yulian Paonganan, salah satu inventor
drone OS-Wifanusa.
Dia menjelaskan, bertiga sebagai inventor
dari pesawat bersama Laksamana TNI Ade Supandi dan Oky Suanandi,
dibantu chief engineering Hisar Pasaribu, serta sejumlah anak bangsa
yang nasionalismenya tidak diragukan lagi.
"Karya ini kami persembahkan untuk negara kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.
Mereka
berjibaku selama sekitar 3 tahun dalam melakukan riset pembuatan
pesawat amphibi yang diberi nama OS-Wifanusa, dan akhirnya membuahkan
hasil.
Ongen, panggilan akrab Yulian Paonganan, menjelaskan bahwa
untuk drone yang sudah mengantongi sertifikat IMAA akan terus
dimantapkan lagi, meskipun sudah dikategorikan sebagai drone canggih.
"Jika perlu kita akan kengkapi dengan persenjataan," kata Ongen.
Drone
OS-Wifanusa yang memiliki kemampuan amphibi itu ada dua tipe, yaitu
OS-Wifanusa SL-D70 (wingspan 4.2m) dan OS-Wifanusa SL-D28 (wingspan
6.4m) dengan endurance 6 jam-8 jam dan 8 jam-10 jam. Mampu terbang
autonomous dengan jangkauan telemetri mencapai 100 km dan membawa kamera
canggih untuk surveillance dan pemetaan.
Setelah sebulan lebih menjalani uji kelaikan sejak 16 Juni - 31 Juli
2016, Pesawat Terbang Tanpa Awak atau Drone OS-Wifanusa secara resmi
mengantongi Sertifikat Kelaikan Udara Militer dari IMAA (Indonesian
Military Airworthiness Auhority) Puslaik Kementerian Pertahanan.
Penyerahan
sertifikat dari IMAA dilaksanakan di Ruang Kerja Kepala Badan Sarana
Pertahanan Kemhan di Jakarta. Sertifikat diserahkan langsung oleh
Kabaranahan Laksda TNI Ir. Leonardi, M.Sc. didampingi Kapuslaik Laksma
TNI Sofyan kepada salah satu inventor Drone OS-Wifanusa Dr Yulian
Paonganan.
"Kami sangat terharu dan bangga dengan pengakuan
negara atas hasil karya kami ini dengan diterbitkannya Sertifikat
Kelaikan Udara Militer dari IMAA, semoga hasil karya kami ini bisa jadi
kebanggan Indonesia dan dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan
negara" kata Ongen biasa Yulian Paonganan disapa, kepada pers, Rabu.
"Pada
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Menteri Pertahanan RI
dan jajarannya yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk
memproduksi Drone ini," ujar Ongen.
Sebelumnya diberitakan, Drone
OS-Wifanusa yang mendapatkan sertifikat ada dua type yaitu OS-Wifanusa
SL-D70 (wingspan 4.2mtr) dan OS-Wifanusa SL-D28 (wingspan 6.4 mtr)
dengan endurance 6-8 jam dan 8-10 jam dengan payload berupa kamera
surveillance canggih dan kamera pemetaan multispektran dan medium format
resolusi tinggi.
Salah satu keunikan Drone OS-Wifanusa adalah
take off dan landing di air dan di darat maka layak disebut sebagai
Amphibious Drone. Kemampuan terbang bisa mencapai 5.000 MSL.
Drone
OS-Wifanua diciptakan oleh anak bangsa secara mandiri, Inventor dari
drone ini adalah Dr Y Paonganan, MSi, Laksamana TNI Ade Supandi, SE, MAP
dan Oky Suanandi. Sebagai Cheif Engginering adalah Prof Dr Hisar
Pasaribu, M.Sc.
KECANGGIHAN DRONE AMPHIBI PERTAMA BUATAN INDONESIA OS-WIFANUSA.
OS-Wifanusa yang diproduksi oleh PT Trimitra Wisesa Abadi diperkenalkan
sebagai pesawat tanpa awak atau "drone" pertama berjenis amfibi dan
memiliki kemampuan lepas landas serta mendarat di air maupun darat.
"Kondisi geografis Indonesia 'kan 70 persennya perairan, pesawat tanpa
awak jenis amfibi ini dibuat terutama untuk melakukan pemantauan di
wilayah perairan perbatasan dimana kita tidak perlu mencari landasan
darat," ujar Programmer PT Trimetra Wisesa Abadi Yosa Rosario dalam
pameran pesawat tanpa awak di Direktorat Topografi TNI AD, Jakarta,
Selasa.
Pesawat dengan bentang sayap 400 centimeter, panjang 319
centimeter dan tinggi 75 centimeter ini memiliki kemampuan sistem
kontrol jarak jauh mencapai 100 kilometer dan secara "real time" atau
"streaming" mengirim gambar video pada ketinggian jelajah 300 meter
hingga 500 meter.
OS-Wifanusa mempunyai kemampuan mumpuni untuk
terbang secara auto yang dilengkapi dengan sistem navigasi dan telemetri
akurat serta lama terbang hingga 8-10 jam.
Pesawat ini juga
dilengkapi kamera optik untuk video, kamera gimbal untuk inframerah
serta kamera multispektral untuk foto udara.
Kamera multispektral juga sangat bermanfaat untuk mendeteksi warna dan melacak target yang telah diidentifikasi ciri-cirinya.
Saat ini OS-Wifanusa telah dipesan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Direktorat Topografi TNI AD (Dittopad).
"Kemhan memesan empat unit terdiri dari dua unit penuh dan dua unit
cadangan, sedangkan Dittopad pesan satu unit penuh dan satu unit
cadangan untuk pemantauan di perairan Natuna. Jadi total kami sedang
menggarap enam unit," kata Yosa.
Setelah melalui proses
penelitian selama dua tahun, Yosa dan timnya telah melakukan uji
kelayakan badan pesawat OS-Wifanusa dibantu TNI Angkatan Darat.
Kendati harus meringkuk di balik terali
besi karena sikapnya yang kerap mengkritik pemerintah, Yulian Paonganan,
tetap memberikan karyanya untuk NKRI. Ongen, sapaan akrab Yulian
Paonganan, tengah menyelesaikan tiga drone pesanan Kementerian
Pertahanan.
Drone dengan nama OS-Wifanusa ini tengah dikerjakan di workshop-nya di
Bandung, Jawa Barat. Sejatinya, drone karyanya ini banyak dilirik negara
luar. Namun, Ongen tetap memilih memberikan karyanya untuk bangsa
Indonesia.
Salah satu staf Ongen, Adhitya Ananta mengatakan Kemenhan memesan drone atau PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) sebanyak 4 unit.
“Rencananya 2 unit untuk perbatasan dan 1 unit untuk pengawasan ZEE
Natuna,” kata Adhitya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/2).
Adhitya menjelaskan, ada dua tipe spek drone yang dipesan oleh
Kemenhan. Pertama, kata dia, untuk perbatasan memiliki benteng sayap 4,2
meter dan untuk ZEE Natuna 6.4 meter. Drone itu akan membawa payload
kamera thermal video untuk surveillance. Kemudian, kamera medium format
80MP dan kamera multispektral untuk pemetaan.
"Kecanggihan lain dari drone ini adalah mampu take off dan landing di darat maupun di air," ungkapnya.
"Drone ini juga sudah dapat sertifikat uji litbang TNI AL dan sertifkat TKDN 28.01% dari Kemenperin," tegasnya.
Diketahui Ongen telah melakukan riset untuk membuat Drone dengan nama
OS-Wifanusa ini selama hampir 1,5 tahun. Riset pembutan flying boat ini
dengan membuat prototipe skala 1:3 yang berhasil terbang sempurna, dan
sekarang memasuki proses pembuatan skala 1:1 yang nantinya bisa diawaki 4
orang.
Sebelumnya, Kadis Litbangal Laksma TNI Ir Fedhy E Wiyana beserta tim
uji dari Mabes TNI AL dan Mabes TNI, menilai uji coba OS-Wifanusa
berlangsung sukses.
“Kita patut berbangga atas karya anak bangsa ini, pesawat jenis ini
sangat cocok dengan kondisi wilayah NKRI yang di dominasi lautan, semoga
ke depan bisa dikembangkan untuk digunakan dalam menunjang berbagai
aktivitas maritim, baik sipil maupun militer,” kata Fedhy.
Terkait dengan drone yang dipesan oleh Kemenhan, Ongen mendapat pujian
dari pengguna media sosial. Bahkan, hasthag #DroneOngenKeren bisa tembus
menjadi Trending Topic Indonesia.
Mereka pun mengaitkan jika penahanan Ongen atas dugaan pelanggaran UU
ITE dan UU Pornografi terkait dengan ide besarnya soal drone.
“Anak bangsa yg punya keahlian & di akui #DroneOngenKeren
dibui, manusia penjilat kaya penjol dan boni malah dikasih
jabatan.#DroneOngenKeren,” tulis akun di Twitter.
Akun lain bahkan menyebut jika penahanan Ongen ada kaitannya dengan
Amerika Serikat. “Gua curiga ditangkapnya Ongen adalah atas perintah AS,
supaya temuan Drone-nya tdk berkembang dan mati"
PENJAGA PERBATASAN RI-MALAYSIA.
Demi menjaga wilayah perbatasan Indonesia, pihak Indonesia Maritime
Institute (IMI) sedang menyiapkan Pesawat Terbang Tanpa Awak (UAV) type
flyingboat yang diberi nama OS-Wifanusa yang dirancang khusus untuk
pengawasan wilayah perbatasan baik darat maupun laut.
Direktur Eksekutif IMI sekaligus inisator, Dr Y Paonganan mengatakan,
UAV tersebut didesain agar memudahkan pengoperasian di wilayah
perbatasan yang kondisnya relatif sulit jika menggunakan jenis UAV fix
wing yang butuh landasan lebih dari 200 meter.
"UAV OS-Wifanusa didesain mampu lepas landas baik di sungai, danau,
laut maupun daratan," kata Paonganan dalam keterangan persnya, di
Jakarta.
Ongen biasa disapa menjelaskan, untuk lepas landas di air (sungai,
danau dan laut) UAV ini hanya butuh panjang landasan 50 meter untuk
lepas landas, sementara di darat hanya butuh 30 meter pada tanah rata
untuk bisa lepas landas.
"Ketinggian jelajah minimum 300 meter dan maksimum 5000 meter dengan durasi terbang bisa mencapai 5 jam," katanya.
Doktor lulusan IPB itu menegaskan bahwa sistem UAV tersebut dirancang
sendiri oleh tim dari IMI, antara lain memiliki kemampuan kontrol
kendali terbang sejauh 100 km untuk ketinggian terbang 300 meter dan
semakin tinggi akan semakin jauh jangkauanannya menerima real time
video," tegasnya.
UAV juga dilengkapi dengan Mobile Ground Control Station (MGCS)
dilengkapi antena helical setinggi 6 meter dan monitor control system
untuk memonitor UAV selama penerbangan. "UAV ini juga akan dilengkapi
LIDAR system untuk keperluan foto udara dan pemetaan," terangnya.
Desain pesawat ini sampai proses produksi, UAV system, landing gear
system dan propeller adalah buatan anak bangsa yang tergabung di
Indonesia Maritime Institute (IMI). "Kecuali beberapa komponen
elektronik dan mesin yang masih kita import dan direncanakan akan kami
buat sendiri," tandas Ongen.
#DroneOngenKeren.
No comments:
Post a Comment