Translate

Tuesday 17 January 2017

KRI IRIAN, KAPAL PERANG LEGENDARIS TNI AL YANG CANGGIH PADA MASANYA.

KRI IRIAN, KAPAL PERANG TNI ANGKATAN LAUT YANG CANGGIH PADA MASANYA..

Apakah anda tahu? bahwa pada masa pasca perang kemerdekaan, ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia. Sekarang TNI-AL) pernah ditakuti oleh sekutu dan Angkatan Laut Kerajaan Belanda? Pada saat itu ALRI memiliki sebuah kapal perang tercanggih pada masanya, yaitu KRI Irian. Sebuah kapal buatan Uni Sovyet dengan daya tempur yang tak main-main.



TENTANG KRI IRIAN.

KRI Irian sebelumnya adalah kapal Ordzhonikidze (Object 055, diambil dari nama Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory “Sergo” Ordzhonikidze) dari Armada Baltik AL Soviet, kemudian dibeli oleh pemerintah Indonesia tahun 1962. Saat itu KRI Irian adalah kapal terbesar di belahan bumi selatan. Setelah dibeli dari Uni Sovyet, kapal ini digunakan secara aktif untuk persiapan merebut Irian Barat.
KRI Irian adalah kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan kode penamaan Project 68-bis. Kapal jenis ini adalah kapal penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khruschev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan dari kapal penjelajah kelas Chapayev.
Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad. Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, diluncurkan tanggal 17 September 1950, dan pertama kali dioperasikan tanggal 30 Juni 1952.

KRI Irian memiliki panjang sekitar 210 meter (permukaan dek) dan 205 meter di garis bawah air. Artileri laut berupa meriam kanon kaliber 5.9 Inchi lebih dari cukup untuk merontokkan armada Hr Ms Karel Dorman. Belum lagi ditambahkan dengan persenjataan anti serangan udara berupa kanon 30 mm dan meriam udara kaliber 37 mm. Untuk mengantisipasi serangan kapal selam, KRI Irian sudah dibekali 10 buah meriam kaliber 533 mm (anti submarine gun tube).
KRI Irian tiba di Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Sebelumnya Uni Soviet tidak pernah menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error.
Bulan November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hidrolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa digunakan dengan maksimal.
Pada 1964 KRI Irian sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan akhirnya dikirim ke Vladivostok untuk perbaikan. Bulan Maret 1964, KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal ini karena perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah/musholla (sesuatu yang tentu tidak mungkin terjadi di Uni Soviet sebagai negara komunis).
Setelah perbaikan selesai pada bulan Agustus 1964 kapal kembali berlayar ke Surabaya dengan dikawal oleh destroyer AL Uni Sovyet. Setahun kemudian (1965), terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Presiden Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Sukarno.

FAKTA SEJARAH.

Dalam sejarah, memang KRI Irian belum pernah terlibat dalam perang secara langsung. Namun sejarah mencatat, ketika KRI Irian masuk ke perairan Irian tanggal 5 Agustus 1962, kapal induk Kerajaan Belanda Hr.Ms. Karel Doorman segera diperintahkan untuk menyingkir dari perairan NKRI guna menghindari kontak langsung dengan KRI Irian. Walau tak terlibat kontak senjata, kehadiran KRI Irian memberikan dampak politik cukup luas. Tak lama setelah kejadian itu, Amerika Serikat memaksa Kerajaan Belanda utuk segera pergi dari NKRI dan melakukan perundingan dengan Pemerintah Indonesia 15 Agustus 1962.

AKHIR KISAH SANG MACAN LAUT.

Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S:
  • Versi pertama menyebutkan bahwa tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah keadaannya hingga sedikit demi sedikit mulai dibanjiri air.  Dan pada masa Laksamana Sudomo menjabat sebagai KSAL, maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.
  • Versi kedua, menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya empat buah ini dijual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli.
  • Versi ketiga menyebutkan bahwa ketika dibawa untuk dibesituakan, di tengah perjalanan KRI Irian dicegat oleh kapal Uni Sovyet. Uni Soviet hanya menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu Indonesia (1962) dan India (1989–scrap). Ada dugaan bahwa pihak yang paling tidak menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ke tangan pihak Barat adalah Uni Soviet.
  • Versi keempat ada kemungkinan Uni Soviet mencegat kapal tersebut dan kemudian mengambil alih dengan kesepakatan, bisa jadi dengan mengurangi sejumlah hutang pembelian senjata yang belum dilunasi atau bisa jadi dengan melunaskannya. Dari ke-4 buah itu, hanya KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055) yang keberadaannya masih misterius.
MISTERI 'HILANGNYA' KRI IRIAN.


Kapal dengan nomor lambung 201 ini adalah kapal terbesar di kawasan Asia dan belahan dunia bagian selatan. KRI Irian mampu menggetarkan Belanda yang saat itu memiliki Kapal Induk karel Doorman dalam situasi panas memperebutkan Irian Barat/Papua.

KRI Irian didatangkan oleh Presiden Soekarno untuk menghadapi Belanda. Berawal dari upaya modernisasi alusista TNI yang dirintis Mayjen A.H. Nasution yang kala itu adalah Menko Hankam/Kasab sejak 1957.

Kala itu, tim TNI menyambangi Amerika Serikat untuk mengajukan pinjaman untuk membeli alutsista, tapi tidak mendapat tanggapan. Kemudian, tim melanjutkan pencarian ke Moskow dengan maksud yang sama, dan proposal disetujui.

Pada awal 1960, Nkita Kruschev mengunjungi Jakarta dan menyetujui perjanjian pembelian alutsista dari Uni Soviet atas dasar kredit jangka panjang.

KRI Irian merupakan kapal penjelajah ordzhonikidze dari armada Baltik milik AL Uni Soviet yang dibeli Pemerintah Indonesia pada 1962. Dalam sejarah militer Soviet, tidak pernah mereka menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia.

Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap kubah berisi 3 meriam kaliber 6 inci/152 mm. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inci di geladaknya.

10 tabung torpedo antikapal selam kaliber 533 mm
12 buah meriam kapal B-38/L57 kaliber 152 mm (6 di depan, 6 di belakang)
12 buah meriam Model 1934/L56 kaliber 100 mm, ditempatkan dalam 6 kubah SM-5-1 (2 meriam per 1 kubah)
32 buah meriam multifungsi kaliber 37 mm
4 buah triple gun Mk5-bis kaliber 20 mm (untuk keperluan antiserangan udara)

Perlengkapan radar dari KRI Irian adalah:
1x radar penjejak udara Big Net atau Top Trough

1x radar penjejak udara High Sieve atau Low Sieve
1x radar penjejak udara Knife Rest
1x radar penjejak udara Slim Net
1x radar navigasi Don-2 atau Neptune
2x radar pengatur penembakan senjata Sun Visor
2x radar pengatur penembakan meriam kapal B-38, Top Bow
8x radar pengatur penembakan senjata Egg Cup
2x sistem jamming elektronik Watch Dog

 TENAGA PENGGERAK.

Sebegai tenaga penggerak, KRI irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah ketel KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft. Tenaga total yang dihasilkan adalah @110.000 HP sampai 122.000 HP pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal seberat 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimal 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimal yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.
Pada 1964, Kapal Penjelajahan sudah benar-benar kehilanngan efisiensi operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Galangan Kapal Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Setelah perbaikan selesai, pada Agustus 1964, kapal menuju Surabaya dengan dikawal destroyer AL Soviet.

Setahun kemudian (1965), terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Soekarno. Kapal ini dibiarkan terbengkalai di Surabaya, bahkan terkadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.

Kondisi kapal diperparah dengan embargo militer dari Uni Sovyet yang tidak searah dengan garis politik Soeharto yang pro barat dan anti komunis. Pada 1970, kapal ini mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan kapal penjelajah ini.

KRI Irian Jaya menghilang secara misterius. Isu yang beredar mengatakan kapal ini rencananya akan dibesituakan di Taiwan, namun kenyataannya kapal ini tak pernah ada di Taiwan. Pendapat lain mengatakan perjalanan KRI Irian dicegat oleh kapal Uni Soviet. Hingga kini, KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055) kapal perang paling besar yang pernah dimiliki TNI ini keberadaannya masih misterius.


KRU KAPAL.

Perwira yang pernah bertugas di atas KRI Irian adalah:
  1. Mantan Panglima TNI dan Menkopulhukam di Kabinet Indonesia Bersatu, Laksamana (Purn.) Widodo AS yang saat itu menjabat sebagai Perwira Senjata pada tahun 1964.
  2. Dr. Kartono Mohamad, kakak kandung dari Goenawan Mohamad, pendiri Majalah Tempo. Dia dokter definitif memang untuk kapal perang ini. Ia pernah menjadi dokter di kapal penjelajah RI Irian 201 semasa bertugas di TNI AL (1964-1975).
  3. Dr. Tirmizi Taher mantan Menteri Agama di Kabinet Pembangunan VI, sebagai Perwira Kesehatan Sementara saat Paduka Yang Mulia Presiden RI Dr. Ir. H. Sukarno dalam perjalanan dari Jawa ke Makassar di KRI Irian.
  4. Semua kelasi dan perwira yang berjasa sejak pendidikan di Rusia sejak pemberangkatan dari Surabaya menuju Rusia di Sevastopol hingga kembali ke tanah air baik yang menggunakan atau mengoperasikan kapal perang ini maupun yang kembali ke tanah air dengan kereta api Trans Benua Asia. Hingga kapal penjelajah ini selamat sampai tujuan di Indonesia. Mereka semua pahlawan pejuang kemerdekaan yang tidak dapat disebut satu persatu dan mereka memiliki jiwa pejuang untuk berjuang demi bangsa dan negara Indonesia secara keep silent (operasi rahasia) untuk ALRI dan gugur dengan keep silent pula. Tidak banyak diceritakan oleh mereka sebab mereka memahami bahwa dipundaknya para kru kapal penjelajah adalah hidup untuk mati demi kejayaan bangsa dan negara. Biarlah kejayaan Armada Laut Pejuang Samudera ALRI cukup mereka nikmati saat itu.

No comments:

Post a Comment