Translate

Saturday 1 April 2017

Cakrawala Baru Indonesia Lewat Foto NASA

Cakrawala Baru Indonesia Lewat Foto Dari NASA.

Untuk sebagian besar kita terbiasa melihat Indonesia di peta sebagai rangkaian dari pulau-pulau kecil di antara benua besar Eurasia dan Australia, tetapi dalam kenyataannya Indonesia banyak yang lebih besar dari yang kita pikirkan. NASA baru-baru ini merilis sebuah foto luar biasa yang menunjukkan keagungan sejati Indonesia.
Sebagai negara khatulistiwa, Indonesia sering dikaburkan oleh awan. Astronot Stasiun Luar Angkasa Internasional mengambil kesempatan dari hari relatif bebas badai untuk memotret hampir setengah panjang rantai pulau utama Indonesia. Menggunakan lensa pendek dan melihat ke cakrawala untuk efek panorama, astronot itu menangkap pandangan yang luas yang meliputi langit cerah dan keruh, wilayah-lebar selubung asap. Asap berasal dari kebakaran yang disebabkan oleh sambaran petir dan oleh pembukaan hutan oleh manusia di Indonesia dan Australia bagian utara.
Dalam foto ini tampak dari barat ke timur, Jawa di latar depan, Bali dan Lombok di tengah, dan jejak pulau-pulau kecil ke arah cakrawala. Pulau-pulau yang lebih jauh seperti Sumba dan Timor hampir tak terlihat; masing-masing lebih dari 1600 kilometer (1.000 mil) jauhnya dari pesawat ruang angkasa. Refleksi cahaya dari matahari tampak di permukaan laut Surabaya (populasi 2,8 juta), kota kedua terbesar di Indonesia.

Garis gunung berapi muncul secara rinci tajam. Gunung berapi adalah tulang punggung dari pulau-pulau, yang telah dibentuk oleh tabrakan lempeng tektonik Australia (kanan) dengan lempeng Asia (kiri). Perhatikan bahwa nama masing-masing gunung berapi diberi label dalam huruf miring.
Asap putih menunjukkan bahwa setidaknya enam gunung berapi tampak memancarkan uap dan asap terlihat lewat orbit ISS ini, meskipun beberapa dari asap putih itu bisa menjadi api. Meskipun asap pendek (80 kilometer; 50 mil), mereka yang menonjol karena gunung berapi berdiri di atas lapisan udara berasap di dekat permukaan. Asap itu mencolok paralel, selaras dengan angin dari timur laut. Letusan gunung berapi atau kebakaran bisa diamati astronot dari ruang angkasa.
Foto menunjukkan skala sebenarnya bagaimana besarnya kepulauan Indonesia. persepsi umum Indonesia, yang dibangun di atas buku pelajaran sekolah, mengacu pada Proyeksi Mercator. Sebuah standar di seluruh dunia dalam proyeksi peta yang telah populer sejak 1569. Banyak kritikus menganggap Mercator adalah Proyeksi keliru dari skala sebenarnya dari benua, dengan Eropa dan Amerika Utara yang jauh lebih besar dari yang sebenarnya, sementara Afrika dan Asia jauh lebih kecil.
Pada tahun 1973, ilmuwan Jerman Arno Peters menciptakan proyeksi peta baru; segera diadaptasi oleh PBB sebagai peta dunia resmi. Proyeksi The Gall-Peters, untuk sementara dianggap akurat dalam perwakilannya bumi, namun masih tidak populer dalam penggunaan komersial dan akademik. Selama ini proyeksi itu secara luas diperdebatkan oleh masyarakat kartografi global, sebagian besar karena perdebatan internal mengenai siapa yang pertama kali menemukan teori.
Kesampingkan dulu masalah politik kartografi, kita berterima kasih kepada NASA untuk foto luar biasa yang membantu kita melihat bahwa Indonesia bukan hanya beberapa rangkaian pulau kecil.

Kejanggalan pada Foto.

Berdasarkan pengamatan sederhana terlihat dibagian paling bawah tepatnya dalam pencantuman nama gunung berapi yaitu nama Gunung Lawu yang memiliki ketinggian 2265 mdpl(meter diatas permukaan laut) terdapat di situ dengan bagian puncak yang mengeluarkan asap, padahal sejatinya Gunung Lawu adalah gunung yang sedang tidak aktif dan bagian kawah tidak mengeluarkan asap seperti pada foto tersebut karena Gunung Lawu memiliki status sebagai Gunung Api 'Istirahat' sehingga sangat tidak dimungkinkan jika kawah Gunung Lawu mengeluarkan asap.

Namun hal tersebut bisa saja terjadi jika hutan Gunung Lawu sedang terbakar, namun lagi-lagi teori ini dapat dipatahkan karena saat ini untuk wilayah SoloRaya masih mengalami musim hujan sehingga sangat tidak dimungkinkan jika terjadi kebakaran Hutan di Gunung Lawu. Teori kedua adalah saat pencantuman nama Gunung terjadi kesalahan yaitu seharusnya nama Gunung yang dicantumkan adalah gunung Merapi di Sleman, tapi teori ini masih bisa di patahkan karena seharusnya di samping kiri Gunung Merapi harus ada Gunung Merbabu namun di foto tersebut tidak ada gunung lain disampingngnya.

Mungkin Sobat bisa menafsirkan teori lain?

No comments:

Post a Comment