Siapa Calon Terkuat Sebagai Pengganti F5 Tiger Indonesia?
Kepala staf TNI AU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, meminta pengadaan pesawat tempur baru ke Kementrian Pertahanan Republik Indonesia karena pesawat tempur lawas yakni F5 Tiger II sudah di pensiunkan dan disinpan di museum. Saat ini F5 Tiger sudah sudah berakhir masa baktinya dan baru saja menghuni museum Dirgantara Mandala Yogyakarta pada 25 April kemarin.
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyatakan sudah mengirimkan permintaan dan spesifikasi pesawat ke Kementrian Pertahanan Republik Indonesia beserta spesifikasi pesawat tempur pengganti 'si macan' julukan F5 Tiger Indonesia, “Kami meminta pesawat generasi 4,5 dan harus lebih canggih,” kata Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Dipasar Dunia ada beberapa pesawat tempur generasi 4,5 , seperti Typhoon, F16, SU 35, Rafale, Grippen NG, J11D, dan J10C. (varian termutakhir pesawat tempur J-11 dan J-10 buatan China). Saat ini sering terdengar Indonesia intensif mengadakan pembicaraan dengan Rusia untuk kemungkinan pembelian 12 unit pesawat tempur SU 35, sebagaimana pernah dinyatakan dalam wawancara Direktur Kerjasama dan Kebijakan Rostec, Victor Cladov, dengan media Rusia, Ria Novosti.
“Keputusan awal sudah dibuat, kita masih menunggu dimulainya negosiasi.
Menteri Pertahanan Indonesia diharapkan mengunjungi Moskow untuk sebuah
konferensi tentang keamanan. Di sela-sela konferensi akan ada pertemuan
yang membahas teknis militer, kita akan melakukannya disitu” kata
Victor.
Pesawat Legendaris Telah Purna Tugas.
Pesawat Tempur F5 Tiger II kini telah purna tugas setelah 35 tahun mengudara di langit Indonesia. Sejak kedatangan pertamanya Pesawat yang dijuluki 'si macan' ini telah banyak dilibatkan dalam banyak operasi dan latihan dalam rangka menjaga Keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mulai dari operasi Panah diwilayah Aceh pada tahun 1990-1992, Operasi Elang Sakti XXI (Operasi pengamanan perbatasan NTT) Tahun 1999, Operasi Garuda Jaya, Operasi Pengamatan Udara Perbatasan kelanjutan dari Operasi Elang Sakti
di NTT, dan juga Operasi Oscar yang merupakan operasi pengamanan wilayah
perairan, termasuk mencegah penyelundupan lewat jalur laut.
Sedangkan
kegiatan latihan yang meliputi Latihan Elang Gesit, Latihan Tutuka,
Latihan Sikatan Daya, Latihan Angkasa Yudha, Latihan Gabungan Laut,
Latihan Gabungan TNI dan latihan bersama dengan negara tetangga.
Keberadaan
pesawat ini dimulai dari turunnya kemampuan armada F-86 Avon Sabre di
Skadron Udara 14 Lanud Iswahyudi. Pesawat tempur F-5 E/F Tiger kemudian
dipilih yang merupakan buatan Northrop Co, Amerika Serikat (AS).
Perencanaan pembelian pesawat kemudian dilakukan oleh Operasi Komodo yang dimulai pada tahun 1978.
Operasi
Komodo ini juga melaksanakan pembangunan fasilitas yang akan digunakan
di Lanud Iswahyudi dan pendidikan bagi para crew yang akan dipersiapkan
untuk menjadi penerbang, instruktur, dan teknisi pesawat.
Tiga
penerbang TNI AU yang dikirim saat itu untuk mengikuti pendidikan di AS
adalah Komandan Skadron Udara 14 Mayor Pnb Holki Basah Kartadibrata,
Perwira Operasi Skadud 14 Mayor Pnb Budihardjo Surono, dan Kapten Pnb
Lambert Silooy yang kemudian digantikan oleh Kapten Pnb Zeky Ambadar.
Mereka
menjalani pendidikan di Skadron 225th Tactical Fighter Training
Squadron yang menggunakan pesawat F-5 B dan F-5 E/F mulai 27 Januari
1980.
Pada akhir Mei 1980, mereka siap menjadi instruktur bagi para penerbang muda di Skadron Udara 14.
Untuk
mencetak para penerbang F-5 E/F Tiger II di Skadron Udara 14, ketiga
pioner tersebut secara berlanjut juga melaksanakan konversi
penerbang-penerbang lainnya hingga menjadi penerbang tangguh dan
profesional. Para penerbang yang berhasil menerbangkan pesawat F-5
kemudian mendapat sebutan 'Eagle'.
Tanggal 21 April 1980,
gelombang pertama armada F-5 E/F Tiger II mulai tiba di Indonesia.
Sebanyak 8 unit dari 16 unit pesawat diangkut dengan menggunakan pesawat
C-5A Galaxy milik Military Airlift Command USAF yang diterbangkan
langsung dari Amerika Serikat, sedangkan sisanya dikirim pada 5 Juli
1980. Selanjutnya pesawat dirakit kembali di Skadron Udara 14 dengan
melibatkan teknisi dari TNI AU.
Hingga pada tanggal 28 April
1980, pesawat F- 5 F dengan nomor seri TL-0514 berhasil melakukan uji
terbang untuk pertama kalinya.
Pada awal tahun 1990-an, pesawat
ini disebut masih mampu bersaing dengan pesawat-pesawat tempur terbaru
saat itu. Namun kemampuan avionik dan sistem senjatanya harus
ditingkatkan.
Pimpinan TNI AU menyelenggarakan program
modernisasi F-5 E/F Tiger II bekerjasama dengan perusahaan penerbangan
Belgia, Societe Anonyme Belge de Construction Aeronautiques (SABCA).
Program yang dinamai 'Progam Macan' di skantek 042 yang dilaksanakan
mulai 1 Juli 1999 sampai dengan 28 Februari 2001.
Selama lebih
kurang 35 pengabdiannya, armada F-5 E/F Tiger II berhasil mencetak
sedikitnya enam penerbang TNI AU yang berhasil melewati angka 2.000 jam
terbang.
Pada 28 April 2016 merupakan saat terakhir pesawat
tempur ini melaksanakan misi penerbangan di langit Indonesia. Pada saat
itu dua pesawat F-5 E Tiger II melaksanakan misi Simulated Surface
Attack (Phoenix Flight) dengan TS-0216.
Pada bulan Mei 2016,
berdasarkan telegram, pimpinan TNIAU Nomor T/719/2016 tanggal 3 Mei 2016
tentang penghentian sementara pengoperasian (stop flying) seluruh
pesawat F-5 E/F Tiger Skadron II Skadron Udara Lanud Iswahyudi, Komandan
Skadron Udara 14 Letkol Pnb Abdul Haris memerintahkan kepada penerbang
untuk menghentikan operasional pesawat F-5 E/F Tiger II.
Kepala
Staf Angkatan Udara TNI AU, Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan saat ini
pesawat F-5 E/F Tiger II akan menjalani tugas barunya.
"(Pesawat
ini) Akan menjadi inspirasi untuk masyarakat DIY dan Indonesia secara
keseluruhan, bisa memegang langsung pesawat legendaris pada jamannya,"
ujar Hadi usai meresmikan monumen Pesawat F-5 E/F Tiger II di Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment