Translate

Saturday 1 October 2016

SURAT DARI INDONESIA MASA DEPAN (Mau Republik Yang Seperti Apa Kalian?)

                    
Kawan Muda Yang Baik Perkenalkan aku dari Indonesia masa depan. Bagaimana kabarmu? Aku dengar kalian sering marah-marah dengan presiden kalian hari ini. Kenapa dengan dia? Ceritakan padaku. Hmm, senior kalian dulu mungkin akan ditangkap intel kalau marah-marah dengan presiden.
Sekarang kalian bebas ya? Disituasi bebas bolehkah kalian ceritakan apa yang sudah kalian perjuangkan? Bolehkah kalian cerita soal gagasan-gagasan tentang Indonesia? Aku sungguh penasaran, kalian pasti lebih dari Soekarno, Hatta, Semaun, atau Natsir muda kan?
Di masa tak ada sosial media yang memudahkan kalian berjejaring, mereka bisa berkumpul dan berjuang ke masyarakat loh. Ah untuk apa aku ceritakan, handphone kamu pasti lebih banyak informasi perihal mereka.
Tuhkan pasti kalian lebih dari mereka? Soalnya ketika aku ketik “pemuda Indonesia hari ini” yang keluar selalu seks bebas, tawuran, kehidupan malam, cinta-cintaan dan lain-lain. Ceritakan padaku apa persiapan kalian ketika memimpinku? Jangan malu, sampai jarang aku temukan cerita masa muda kalian dengan diriku di mesin google.
Aku dengar para mahasiswa sedang bingung menentukan arah pergerakan. Sebagian tak suka demo, lalu kau bilang ia apatis. Sebagian lagi nyinyir kalau kalian terlalu beromantika dengan masa lalu. Memang gerakan seperti apa yang kalian cari? Ada yang bilang juga kalau gerakan kalian cari-cari eksistensi kelompok. Kok kalian jarang ngobrol atau jangan-jangan memang bermusuhan?
Aku dengar sedang terjadi bencana. Bagiku justru itu ada baiknya. Toh timeline media sosial kalian jadi sesak dengan tagar kabut asap daripada official akun percintaan yang quotes-nya ‘ngena’ banget sama kisah percintaan kalian. Aku dengar kalian sedang nyaman-nyamanya dengan hidup kalian. Permainan apa di-gadget kalian yang lagi digandrungi kalangan muda? Followers media sosial kalian sudah berapa banyak? Hari ini sudah update apa aja? Di mana? Sama siapa? Seru banget ya!

"Toh timeline media sosial kalian jadi sesak dengan tagar (Bencana/teroris) daripada official akun percintaan yang quotes-nya ‘ngena’ banget sama kisah percintaan kalian"

Sekarang, bolehkah kalian dengarkan aku? Usiaku sudah ratusan tahun, usia kalian nanti kira-kira 40 – 50 tahun dan akan memimpinku. Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty menerangkan bahwa kita bisa lihat apakah negara gagal atau tidak diusia dekade 90-100 tahun.
Aku di sini sangat ketakutan. Makanya aku buru-buru menulis surat ini sebagai peringatan untuk kalian, akan dibawa ke mana aku ini? Gagal atau jaya? Sebab hampir jarang aku mendengar kalian berbicara soal aku. Kalian sibuk dengan masa depan kalian masing-masing, padahal masa depan kalian ada pada bagiamana aku.
Aku sempat bersyukur bahwa jumlah kalian nanti akan jauh lebih banyak daripada usia tua. Di situ aku sempat lega karena banyak yang akan mengurusku nanti. Tetapi aku tak pernah bertanya kira-kira yang akan mengurusku nanti manusia yang seperti apa?
Sebab aku cukup kecewa dengan kebanyakan senior kalian hari ini. Semua berada di garda terdepan jika bela negara, tetapi kalau sudah merugikan pribadi atau kelompok nyalinya kendor. Hal ini diperparah dengan kasus korupsi disegala lini, lemahnya kepastian hukum, tumpang tindih antar kepentingan institusi, dan pemimpin-pemimpin politik pun hadir kalau punya bandar. Aku berharap kalian menjadi obat pilu Indonesia ke depan.
Kalau kalian semakin acuh, tangis aku ketakutan. Daron dan Robinson seperti menamparku. Ia bilang negara yang kelembagaan ekonomi-politiknya bersifat ekstraktif yakni dijalankan oleh segelintir elit yang menguras sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri dan hanya menyisakan sedikit hasil untuk kepentingan rakyat, tinggal menunggu waktu untuk terseret ke dalam jurang kemiskinan, instabilitas politik, dan menjadi negara gagal.

aku masih ingat betul saat Indonesia 2000-an di tahun tersebut pohon masih tumbuh di mana-mana udara selalu segar. Namun sekarang semuannya telah berubah di masa depan ini Indonesia seperti padang yang tandus karena ulah manusia tak bertanggungjawab di era kalian.
Ada banyak pohon di taman, rumah dengan kebun yang indah,
dan aku bisa menikmati mandi selama setengah jam.
Saat ini kami menggunakan handuk dengan minyak mineral untuk membersihkan kulit kami.
Sebelumnya, wanita memiliki rambut yang indah.
Sekarang, kami harus mencukur kepala untuk menjaganya tetap bersih tanpa menggunakan air.
Lalu, ayahku dulu mencuci mobilnya dengan air yang keluar dari selang.
Sekarang, anakku tidak percaya bahwa air dapat digunakan dengan cara seperti itu.
Aku ingat bahwa dulu ada peringatan jangan buang air

HEMAT AIR!!
di poster-poster, radio dan TV, tapi tidak diperhatikan. Kami pikir air
akan selalu tersedia untuk selamanya.
Sekarang, semua sungai, danau, waduk dan lapisan air bawah tanah kering atau terkontaminasi.
Industri hampir berhenti dan pengangguran mencapai proporsi yang dramatis.
Desalinasi tanaman merupakan sumber utama tenaga kerja dan pekerja menerima sebagian dari gaji mereka dalam bentuk air minum.

Serangan bersenjata di jalanan untuk satu jerigen air sangat umum terjadi.
80% makanan adalah sintetik.
Sebelumnya, jumlah yang direkomendasikan untuk minum air untuk orang dewasa adalah 8 gelas per hari.
Saat ini, aku hanya diperbolehkan minum setengah gelas.
Kami sekarang harus mengenakan pakaian sekali pakai,
dan ini meningkatkan jumlah sampah.

Kami menggunakan septic tank sekarang, karena sistem pembuangan limbah tidak bekerja karena kurangnya air.
Tampilan luar dari populasi sungguh mengerikan: berkerut, tubuh kurus karena dehidrasi, penuh luka yang disebabkan oleh radiasi ultra violet yang sekarang lebih kuat tanpa perisai pelindung dari lapisan ozon.
Kanker kulit, infeksi gastrointestinal dan saluran urine adalah penyebab utama kematian.
Karena pengeringan yang berlebihan kulit orang-orang muda yang berusia 20 tahun terlihat seperti 40 tahun.

Ilmuwan menginvestigasi, tetapi tidak ada solusi untuk masalah ini.
Air tidak dapat diproduksi, oksigen juga terdegradasi akibat kurangnya pepohonan dan vegetasi, dan kapasitas intelektual generasi baru sangat terganggu.

Morfologi spermatozoa pada pria telah berubah banyak.
Akibatnya, bayi dilahirkan dengan defisiensi, mutasi dan kelainan bentuk fisik.
Pemerintah mengharuskan kami membayar udara yang kami hirup,
137 m3 per hari per orang dewasa.

Orang-orang yang tidak mampu membayar akan diusir dari "zona yang berventilasi", berupa paru-paru mekanik yang sangat besar dengan tenaga matahari.
Udara tidak berkualitas baik, tapi setidaknya orang bisa bernapas.
Di beberapa negara, di mana masih ada beberapa zona hijau dilintasi oleh sungai, tempat ini dijaga oleh tentara bersenjata berat.

Air menjadi harta yang sangat didambakan, lebih berharga daripada emas dan berlian.
Di mana aku tinggal, tidak ada pepohonan, karena jarang sekali hujan.
Ketika terjadi presipitasi, itu adalah hujan asam.
Musim telah terpengaruh oleh uji atom dan oleh kontaminasi dari polusi industri abad ke-20 .
Kami telah diperingatkan untuk menjaga lingkungan, tapi tak ada yang peduli.
Dia bertanya: Ayah! Mengapa tidak ada air?
Kemudian, aku merasakan ada yang mengganjal di tenggorokanku!
Aku tak bisa menahan rasa bersalah, karena
Aku termasuk pada generasi yang berkontribusi menyebabkan kerusakan lingkungan atau dengan seenaknya tidak memperhatikan semua tanda peringatan.

Sekarang anak-anak kami harus membayar harga yang sangat tinggi!
Aku sangat percaya bahwa dalam waktu yang singkat kehidupan di bumi tidak akan bertahan lagi, kerusakan alam saat ini mencapai tahap yang tidak dapat diubah.
Bagaimana aku ingin kembali dan membuat manusia mengerti …
Bahwa kita masih punya waktu untuk menyelamatkan Planet Bumi kita.
Aku berpesan dengan Indonesia 2015-an, bagaimana calon-calon pemimpinku? dan sang penjaga indonesia di masa depan? Sudah siapkah mereka dengan situasi ini? Lalu ia menjawab, tinggalah mereka menentukan mau ke mana arahnya, sebab sampai pada tataran institusi pendidikan pun disulap bak perusahaan.
Produknya mahasiswa yang bagaiamana caranya bisa laku dibeli pasar. Boro-boro memikirkan aku katanya, mereka juga ketakutan, apakah mereka laku dibeli pasar? Ia kadang prihatin, katanya kalian sedang bingung dengan skripsi yang tak kunjung rampung dan gundah kalau-kalau tak mampu mencari nafkah.
Aku jadi serba salah menuntut kalian yang macam-macam, jangankan menoleh kepadaku, untuk menatap ke depan saja kalian masih bingung.
Tapi kok tidak sesuai dengan kehidupan kalian. Yang kaya makin tinggi diri dengan mengkonsumsi brand terkini agar dibilang trendy, yang miskin malah terlihat sok kaya. Kalian katanya suka sekali hura-hura padahal sebelumnya menghujat pemerintah karena rupiah anjlok, itupun juga tahu dari headline berita.
Sebab kalian lebih suka membaca cerita-cerita dramatis di account official padahal tak tahu sumber beritanya. Kalian juga ingin daerahnya berubah, tetapi milih pemimpin masih ‘cap cip cup’. Kalau ada hari nasional seperti hari sumpah pemuda misalnya, buru-buru update quotes agar terlihat peduli.
Apa betul gelar agen perubahan itu hanya sampai diujung bibir, tak ada langkah nyata. Kalian juga begitu suka sekali caci maki sana-sini. Semua cela hampir diprotes.
Ada lagi tipe kumpulan pemuda yang buat aku bangga karena kontribusinya untuk Indonesia. Tapi kok kalian suka sekali merendahkan kumpulan lain. Organisasi belum terkenal, dikira tak se-level. Minta kerjasama sulitnya bukan main. Katanya kalian menunjunjung sinergitas? Tapi kok kontribusinya berjalan sendiri-sendiri. Atau memang orientasinya popularitas bukan sinergitas?
Sebegitunya kah kalian? Aku tak ingin kalian dicap menjadi generasi wacana, generasi marah-marah, generasi kaya kritik namun miskin solusi. Karena kalian dilahirkan oleh revolusi nasional yang berhasil menghalau imperialisme disusul perjuangan menuntaskan revolusi.
Mulai dari sekarang, ketika kalian selesai membaca surat ini renungkan dan tanyakan pada diri kalian, mau jadi seperti apa kalian nanti? Mau republik seperti apa yang ingin kamu wariskan?
Kawan muda yang baik, calon-calon pemimpinku. Maaf bila kiranya aku menjadi beban kalian. Surat ini aku tulis semata-mata bukan ingin mengganggu kenyamanan kalian. Aku menulis surat ini bukan untuk ambisi-ku pribadi, tetapi ini soal kita, Indonesia.
Ini soal masa depan kalian akan jadi seperti apa, agar anak-anak kalian bisa sekolah tinggi, orangtua kalian meninggal dengan bangga karena kesuksesan anaknya, istri kalian tidak akan merongrong karena harga bahan pokok sangat mahal, atau suami kalian tidak akan frustasi karena sulitnya mendapat pekerjaan.
Kalian tidak perlu membalas surat ini. Balas saja dengan tindakan. Aku di sini tinggal meneropong dari kejauhan, mengamati gerakan kalian setelahnya. Jikalau memang aku, Indonesia masa depan gagal, setidaknya jadikan bahan pelajaran untuk anak-anak kalian agar tidak seperti kalian.
Namun sebaliknya, jika Indonesia masa depan jaya, kalian boleh berbangga, bahwa di era ini kalian tidak tinggal diam, kalian ikut mewariskan Republik yang semakin tegak berdirinya kepada anak dan cucu kalian.
Aku berpesan bawalah indonesia ke arah yang lebih baik di masa depan dan jaga Indonesia dari kerusakan alam semoga Indonesia yang dijuluki PARU-PARU DUNIA itu bukan hanya sekedar cerita

No comments:

Post a Comment